Kamis, 21 Januari 2016

Optimalisasi Negara Agraris sebagai Pembangunan Indonesia


oleh Mela Santika
Indonesia merupakan Negara Agraris, karena mayoritas penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani atau bercocok tanam. Letak geografis Indonesia yang diapit dua
benua dan berada di antara dua samudra berpengaruh besar terhadap keadaan alam maupun
kehidupan penduduk. Letak ini juga disebut atau dikenal sebagai posisi silang (cross
position), Letak geografis ini sangat strategis untuk negara Indonesia, karena wilayah
Indonesia yang berdekatan dengan garis khatulistiwa menyebabkan negara kita memiliki
iklim tropis. meskipun demikian curah hujan di Indonesia termasuk tinggi. hal ini
menyebabkan Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam hewani dan nabati. Akibat iklim
yang seperti itu, negara kita memiliki hutan yang luas dan kaya akan sumber daya. Tak hanya
kaya hasil hutan, Indonesia juga kaya akan hasil laut (maritim), karena Indonesia merupakan
negara kepulauan. Selain itu negara kita memiliki tanah subur yang banyak dimanfaatkan
sebagai lahan pertanian. Maka dari itu Indonesia disebut negara agraris.

Letak Indonesia yang berada di daerah tropis membuat Indonesia hanya memiliki 2
musim. Hal itu berarti lebih banyak waktu untuk bercocok tanam tak perlu khawatir dengan
musim salju atau musim gugur. Jepang misalnya, mereka hanya punya waktu 3 bulan saja
untuk bercocok tanam dalam waktu setahun, sedang Indonesia bisa bercocok tanam kurang
lebih 6 bulan. Kondisi alam di Indonesia yang daratannya banyak pegunungan membuat
Indonesia dikaruniai tanah yang subur, kerana sisa letusan dari gunung berapi yang dapat
menyuburkan tanah. Sehingga bercocok tanam menjadi lapangan pekerjaan yang cocok serta
menjanjikan. Tetapi itu dulu, sekarang entahlah.

Indonesia bumi kaya akan rempah-rempah, karena menjadi primadona dibuktikan
dengan banyaknya penjajah yang datang untuk menguras rempah Indonesia, hingga
menjadikan mereka begitu jaya. Kini rempah Indonesia telah berada ditangan bangsanya
sendiri, tetapi mengapa petani Indonesia tak dapat berjaya? bahkan tak sedikit para petani
Indonesia yang hidup miskin dan serba kekurangan.

Indonesia kaya akan rempah tetapi masih impor rempah. Harga kentang yang
sebelumnya Rp 6.500/kg, turun menjadi Rp 4.000/kg, dan kentang super dari Rp 8.000/kg
turun menjadi Rp 6.000/kg. Harga tomat merosot menjadi Rp 300-500/kg, padahal harga
normalnya Rp 1.000/kg. Ironisnya para petani enggan memanennya membiarkan tomat-tomat
tersebut hingga membusuk. Jika harga rempah terus merosot seperti itu, maka perekonomian
Indonesia semakin tercekik. Lalu Masih pantaskan Indonesia menyandang gelar sebagai
“Negara Agraris”?

Kebangkitan rempah di Indonesia sangat diharapkan, sudah saatnya penduduk
Indonesia perduli terhadap sesama, rasa satu-kesatuannya haruslah ditingkatkan. Jangan
hanya mengandalkan serta menuntut pemerintahan, karena menurut saya tidak sepenuhnya
itu semua salah pemerintah.  Saya selalu terngiang-ngiang kutipan seorang mantan presiden
Amerika Serikat, John F Kennedy, “jangan  tanyakan apa yang Negara berikan terhadapmu,
tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan terhadap Negaramu”. Apakah yang telah kita
perbuat untuk Negara di era modernisasi saat ini? Ironis memang, saat tunas-tunas muda
malu menjadi seorang petani. Mereka lebih memilih pergi ke kota untuk mencari pekerjaan,
menjadi robot di Negara mereka sendiri. Padahal jika kita intip lirik lagu: kolam susu.
Bukan lautan hanya kolam susu
Kail dan jalan cukup menghidupimu
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkah kayu dan batu jadi tanaman

Optimalisasi Negara Indonesia sebagai “Negara Agraris” untuk Pembangunan
Indonesia, sudah saatnya Indonesia bangkit menjadi primadona rempah kembali. Sebagai
tunas-tunas muda penerus bangsa yang akan membawa perubahan dunia (agent of change),
kiranya tidak perlu malu lagi untuk menjadi seorang petani, bukan petani yang seperti dahulu.
Akan tetapi, petani yang menggunakan intelektualnya dengan bantuan teknologi-teknologi
canggih seperti laptop, gadget, dan alat-alat lainnya yang dapat membantu dalam dunia
pertanian. Perkaya ilmu pengetahuan tentang bercocok taman yang berkualitas. Sekiranya
para peneliti tidak hanya diam membuat penelitiannya dan menyimpannya di perpustakaan,
tetapi bagaimana peneliti mempublikasikan hasil riset penelitiannya kepada para petani agar
berkualitas. Aplikasikan itu semua agar hasil produk dalam negeri tidak tertinggal, tentu
Untuk menghasilkan produk-produk yang beraneka serta berkualitas, dibutuhkan investor-
investor dalam negeri yang mau berinvestasi di daerah penghasil rempah, seperti pala di
Fakfak dan Kaimana di Papua. Agar hasil rempah-rempah Indonesia dapat dibangun di dalam
negeri hingga dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi bangsa Indonesia dan mendapat
nilai tambah. Oleh karenanya bukan hanya pemerintah dan petani lah yang bergerak, tetapi
kita semua (everybody) rakyat Indonesia. Mari, Jangan hanya menjadi robot di negeri kita

sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar