Selasa, 18 Oktober 2016

Bias Kebebasan Berujung Penistaan


Bias Kebebasan Berujung Penistaan 
(Cerita si Udin dari IMMawan Muhammad Iqbal)

Si Udin yang telah berusia lanjut, kini kehidupannya berbeda jauh dibandingkan dengan saat ia masih remaja. Tak seperti dulu, sekarang pemahan Udin terhadap Agama menjadi lebih baik, hingga suatu hari ia diundang oleh Ketua Umum organisasi Insan Manusia Madani, sebuah unit organisasi mahasiswa yang ada di kota Hantu Belau, Negeri Antah Berantah. Pada kesempatan itu Udin menyampaikan ceramah terkait dengan kepemimpinan menurut Islam, ia menyampaikan bahwa secara terang dan jelas seorang pemimpin harus bersifat Sidiq,Tabligh, Amanah, dan Fattonah. selain itu, sambil berguyon ia menegaskan bahwa seorang pemimpin yang wajib dipilih oleh umat Muslim adalah syaratnya ia harus manusia, selama yang dipilih itu bukan manusia, maka menurut udin jangan sekali-kali memilihnya. Tentu yang dimaksud Udin adalah hakikat manusia yang sebenar-benarnya, sebagaimana penciptaan manusia yang Allah sebutkan dalam Adz-Dzariat ayat 56 yang artinya " Tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku ".  Bagi Udin, seseorang yang menempatkan kedudukan pemimpin politik sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah sehingga terciptanya keadilan sosial dalam masyarakat, baik Social Justice menurut John Rousseau ataupun Keadilan sosial menurut Imam Al-Gozali, maka sosok seperti itulah yang harus dipilih oleh umat muslim, tentunya tanpa mempolitisasi Surat Al-Maidah Ayat 51.

Kecerdasan Udin memang keblinger, saking cerdasnya terkadang ia memberikan pendapat tentang suatu hal yang berlainan dengan opini dominan. Misalnya, dalam kesempatan ceramah itu, Udin mengaku memiliki foto yang diyakini itu adalah foto Nabi Muhammad SAW. menurut keyakinannya, Muhammad SAW yang lahir di Abad ke-5 Masehi telah berada dalam peradaban yang sedang mengalami kemajuan Ilmu pengetahuan, terlebih perkembangan sastra seni Masyarakat Makkah dan Yastrib pada saat itu sangat pesat, maka menurut Udin kalau toh saat ini tersebar lukisan atau foto Nabi Muhammad SAW kecenderungan benarnya itu sangat tinggi, Udin mengaku keheranan saat banyak Film yang berkisah tentang sahabat Rasul seringkali saat sosok Nabi Muhammad muncul selalu diburamkan dengan sesosok cahaya, padahal menurut Udin Muhammad SAW sama saja seperti manusia pada umumnya.
atas pendapat Udin tersebut, Mukidi yang seorang muslim fundamentalis, merasa Islam telah terlecehkan, Mukidi tidak terima atas ucapan Udin itu, akhirnya Udin dilaporkan oleh Mukidi ke Kepolisian Negeri Antah Berantah atas dugaan penistaan agama.

Ya, itulah cerita si Udin di Negeri Antah Berantah. cerita tentang penistaan Agama yang dilakukannya di kota Hantu Belau. sebetulnya saya sedang mencerna hakikat mendalam dari kebebasan dan penistaan, jangan sampai kita salah-salah, membolak balikan arti kebebasan sebagai penistaan atau bahkan sebaliknya penistaan sebagai kebebasan. hari ini saya mengikuti kajian rutin Pimpinan Komisariat IMM Fakultas Hukum UMJ, kebetulan tema diskusi hari ini adalah soal penistaan agama dalam perspektif hukum, saya mendapati pertanyaan yang cukup menarik, seorang peserta diskusi mepertanyakan soal kejelasan unsur-unsur penistaan? perbuatan apa saja yang sekiranya dapat dikategorikan sebagai penistaan? sebagai contoh, ia mempertanyakan soal pernyataan seorang penulis buku yang menyatakan "Muhammad bukan Nabi" apakah termasuk penistaan atau kebebasan dalam berpendapat. Kalau pernyataan itu dianggap penistaan terhadap agama, apakah itu berarti semua orang “dipaksa” untuk mengakui kenabian Muhammad, sehingga sangat dilarang untuk mengatakan sebaliknya? Mengikuti alur logika demikian, bagaimana dengan Alquran yang mengatakan bahwa Isa Almasih bukan tuhan, apakah Alquran telah melakukan penistaan terhadap teologi Kristen?

Jadi, apa itu “penistaan agama?” Apakah opini kritis terhadap agama, atau pandangan terhadap agama yang bertentangan dengan arus utama terkategori sebagai “penistaan agama?”
Tampaknya, berbagai cara digunakan oleh kelompok konservatif agama untuk membungkam apapun opini kritis terhadap agama. Agama bagaikan “barang pecah belah” yang mudah rusak, sehingga harus dijaga supremasinya setengah mati.

Selain membiaskan masalah “kebebasan berpendapat” menjadi “penistaan agama”, pembungkaman terhadap opini kritis atas agama juga dilakukan dengan mengatakan si pelontar kritik keliru dalam memahami agama yang dikritiknya. Sehingga dengan demikian, ada alasan untuk membungkam opini kritisnya. Kemungkinan keliru ini tidak perlu disanggah, karena manusia pada dasarnya bisa saja keliru. Tetapi, kekeliruan dalam memahami objek kritik sama sekali bukan alasan untuk melakukan pembungkaman terhadap kritisisme atas agama.

Setiap orang bisa saja mengatakan bahwa Ibukota Jawa Barat adalah Semarang. Tentu saja pernyataan tersebut keliru. Tapi kelirunya pernyataan tersebut, bukan alasan untuk mengkriminalisasikan si pembuat pernyataan. Hal yang paling cerdas adalah memberi koreksi atas pernyataan tersebut. Udin yang mengatakan memiliki foto Muhammad, bukan bermaksud untuk menistakan agama, akan tetapi sesuai dengan pengamatannya diperolehlah pendapat seperti itu.

Persoalan ahok kini semakin memanas, perlu ada upaya untuk meredam suasana, bagaimanapun keutuhan NKRI adalah yang paling utama. Dugaan penistaan yang dilakukan ahok biarkan hukum yang menindaknya, jangan sampai ada oknum-oknum yang mengail dalam air keruh. saya cukup menyesali sifat profokatif Ust. Maheer Athuwaliibi, kalau semua umat muslim terprofokasi bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi Suriah.

Mari perbanyak kolaborasi, kurangi kompetisi, karena kita NKRI.

0 komentar:

Posting Komentar